- Bundafest 2024 Tampilkan Wajah Baru dan Lebih Segar
- Yayasan Jantung Indonesia Ikut Serta Dalam GAMMA World MMA Championships 2024
- Sheraton Surabaya, Hadirkan Perayaan Penuh Makna Sambut Natal
- Tepis Replik JPU, Penasihat Hukum Michael Bakal Lapor Kejagung
- Polres Blitar bagikan makanan sehat untuk anak SD
- Kota Madiun raih tiga penghargaan Top Digital Awards 2024
- Gus Miftah mundur dari Utusan Khusus Presiden Prabowo
- Kota Mojokerto Pertahankan Predikat Kota Terinovatif di IGA 2024
- Pemkot Mojokerto Gelar Gebyar Hadiah Pembayaran PBB-P2 Tahun 2024
- Sebut Kasus Penggelapan Rp12 M Ranah Perdata, PH Minta Herman Dibebaskan
Prof. Iskhaq Iskandar, Kondektur Bus Kota Palembang Raih Guru Besar Universitas Sriwijaya
Palembang,harianjatim.net-Jangan
pernah takut bermimpi. Itulah pesan hidup yang selalu dipegang teguh oleh Prof.
Dr. Iskhaq Iskandar, MSc. Meski pernah ditertawakan karena memiliki cita-cita
yang dianggap temannya terlalu tinggi, Iskhaq yang pernah berprofesi sebagai
kondektur bus kota, tetap teguh dengan impiannya. Kini, dirinya berhasil meraih
gelar Guru Besar di Universitas Sriwijaya, sebuah pencapaian yang membuktikan
bahwa mimpi, sekecil apapun, dapat menjadi kenyataan jika diperjuangkan dengan
sungguh-sungguh.
Lahir di Desa Jelabat BK 9 OKU Timur, Provinsi Sumatera
Selatan, pada 4 Oktober 1972, perjalanan hidup Iskhaq tidaklah mudah. Di desa
kecil ini, ia tumbuh dalam lingkungan yang serba terbatas, baik dari segi
ekonomi maupun fasilitas. Namun, dengan didikan yang kuat dari kedua orang
tuanya dan semangat yang tak pernah padam untuk meraih cita-cita, Iskhaq mampu
menghadapi berbagai tantangan. Keterbatasan ekonomi yang dialami justru menjadi
semangatnya untuk terus maju dan meraih prestasi.
Menurut anak pasangan H Abu Daud dan Hj Sri Utami ini,
mimpi adalah kunci utama untuk maju. "Pertama, jangan takut untuk
bermimpi, karena ketika kita tidak punya mimpi untuk masa depan, saat itulah
keinginan kita untuk maju itu tidak ada dorongannya. Pendorong utamanya adalah
mimpi," ujarnya dalam Webinar SEVIMA, Selasa (3/9).
Baca Lainnya :
- Konser Arijit Singh Live in Malaysia0
- Stafsus sebut Isu keretakan Jokowi dan Prabowo upaya adu domba0
- Rayakan Kemerdekaan Dengan Usung tema karnaval Budaya, Tawangsari Sidoarjo Menyala0
- DPR dan KPU Setujui PKPU Pencalonan Kepala Daerah Akomodasi Putusan MK0
- 3.719 personel polisi dikerahkan untuk jaga aksi di DPR/MPR RI0
Perjalanan hidup Iskhaq yang penuh perjuangan dimulai sejak
ia masih kecil. Tinggal di desa terpencil, Icak—nama panggilan masa kecil—baru
merasakan listrik saat ia duduk di kelas 2 SD. Hal itu pun terjadi berkat
seorang juragan yang membeli mesin diesel untuk mengalirkan listrik ke seluruh
desa dengan iuran tertentu. Baru pada tahun 1991, listrik dari PLN masuk ke
desanya. Meski hidup dalam keterbatasan, hal tersebut justru membuat Iskhaq
semakin gigih dalam meraih impian, menjadikannya sosok yang inspiratif bagi
banyak orang.
Jadi Kondektur Bus Demi Bertahan Hidup
Demi meraih cita-citanya, Iskhaq merantau ke Palembang untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah. Disinilah perjuangan hidupnya semakin diuji. Dengan bekal uang saku yang sangat minim—hanya Rp 50 ribu setiap bulan untuk semua kebutuhan mulai dari uang kuliah, bayar kos hingga makan—Iskhaq harus mencari cara untuk bertahan hidup. Ia akhirnya tak ragu mengambil pekerjaan sebagai kondektur bus kota Palembang di Jurusan Kilometer 12 - Plaju. Meski harus menahan rasa malu, terutama saat bertemu dengan teman-teman kuliahnya, Iskhaq tetap menjalani pekerjaan ini dengan semangat.
Baginya, tak ada yang lebih penting daripada bisa
melanjutkan pendidikan. "Bahkan istri saya saat ini (Silviana), juga
ketemunya saat saya jadi kondektur bus. Disamping kita memang satu kampus di
Universitas Sriwijaya. Saat itu saya malu, tapi saya lebih memilih malu
daripada tidak makan," kenang Iskhaq.
Untuk menambah penghasilan, Iskhaq juga bekerja sebagai
kuli panggul di pasar bersama teman satu kosnya. Setiap pagi, usai Sholat
Subuh, ia berjalan sejauh 3 kilometer menuju pasar untuk mengangkat
barang-barang belanjaan milik orang. Kehidupan yang keras ini membuatnya harus
mengatur segalanya dengan sangat hemat, termasuk pola makannya. Ia hanya makan
dua kali sehari, pada pukul 10.00 dan pukul 17.00, demi bisa bertahan dalam
kondisi yang serba terbatas.
"Sesekali kita makan mie yang direbus lebih lama dari
umumnya, supaya mengembangnya besar dan lembek, jadi kenyangnya bisa
seharian," kenang Iskhaq. Setelah berhasil menyelesaikan kuliahnya, ayah
tiga anak itu, sempat bekerja di salah satu bank. Tahun 1996, hatinya
terpanggil untuk menjadi dosen di Universitas Sriwijaya. Keputusannya ini
diambil dengan harapan besar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi di luar negeri.
Impian Iskhaq untuk melanjutkan pendidikan akhirnya
terwujud. Ia berhasil melanjutkan studi S2 dan S3 di Universitas Tokyo, Jepang.
Perjalanan menuju gelar doktor ini tidaklah mudah, namun dengan semangat yang
telah menemaninya sejak kecil, Iskhaq berhasil menuntaskan pendidikan tertinggi
tersebut. Ia membawa pulang ilmu yang mendalam tentang oseanografi dan iklim
tropis, disiplin ilmu yang kemudian menjadi bidang keahliannya hingga diberi
amanah sebagai profesor.
Laksana Kondektur, Mengantarkan Pendidikan Tinggi Sumatera
ke Arah Lebih Baik
Tekad kuat untuk mengabdikan ilmunya kepada masyarakat,
selalu ada dalam dada Iskhaq. Baginya, ilmu pengetahuan bukan hanya untuk
dikembangkan di dalam ruang laboratorium, tetapi juga harus bermanfaat bagi
kemajuan bangsa.
Kini, Iskhaq menjabat sebagai Kepala LLDIKTI Wilayah II,
sebuah satuan kerja di Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.
Ia diamanatkan untuk membina 171 perguruan tinggi swasta dan 9 perguruan tinggi
negeri di Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Lampung, Provinsi Bengkulu, dan
Provinsi Bangka Belitung.
Laksana seorang kondektur, Iskhaq dalam jabatannya kini terus berjuang untuk mengantarkan cita-cita para pendiri Indonesia dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. "Ini tanggung jawab besar, mengantarkan cita cita republik dan para pendiri Indonesia. Dan jangankan saya, anak saya sekarang ada tiga, mereka pun kadang tidak percaya Bapaknya yang dulu penuh keterbatasan mendapatkan tanggung jawab ini. Tapi itulah kehidupan," kenang Iskhaq atas interaksinya kepada ketiga putra-putrinya, Nadiah Khairunnisa Iskandar, Farid Asyam Iskandar, dan Fakhirah Shifa Iskandar.
Kedepan, Iskhaq memiliki visi agar Perguruan Tinggi dan Mahasiswa Sumatera tidak hanya bermutu unggul, tapi juga mampu bersaing di kancah global. Karena menurutnya keberhasilan bukanlah sesuatu yang datang dengan sendirinya, melainkan perlu kerja keras. "Bagi saya, keberhasilan itu diusahakan dengan kerja keras, kesungguhan, ketekunan, dan kerja cerdas. Itulah ilmu sukses. Jadi dengan ketekunan, mari jangan takut bermimpi dan memasang target tinggi: mahasiswa Sumatera bisa mendunia, dan jurusan-jurusan kuliah di Sumatera bisa terakreditasi internasional!," pungkasnya.(ino)